Kisah AJMariendo di Tahun Pertama
Kemurnian Dibalik Kejenuhan
Seperti halnya dengan
hari-hari nan lampau, mentari mempertontonkan kemilaunya dengan angkuhnya,
seolah mempertegas bahwa kali ini memang benar adanya para insan-insan kota
sedang menghadapi musim kemarau. “Waow, waktu kian cepat berlalu. Sebentar lagi
tibalah saatnya aku harus menghadapi sidang ujianku. Apakah gerangan yang
terjadi? Masakan aku merasakan kejenuhan yang kian hebat mendekati tempo hari
penting itu. Apakah luapan kejenuhanku ini sudah layak dan sepantaskan kudekap,
seperti halnya teman-temanku yang lain?”, gumam AJM sembari mengendarai roda
dua kesayangannya.
Pagi kala itu,
suasana kampus, khususnya di gedung HC, sedikit lebih membisu. Kemudian AJM
melangkah semakin mendekat dari arah pintu gerbang utama gedung. Langkah kaki
itu terhenti beberapa detik, pertanda adanya perubahan haluan menuju ke lantai
dibawahnya. Ia mempercepat langkah kakinya sehingga ia semakin tak terlalu
mengamati suasana yang dilewatinya. “Selamat pagi, Pak Bobow!”, sapa AJM.
“Selamat pagi, AJM”, timpal Pak Bobow. Pak Bobow adalah sesosok pria paruh baya
dengan perawakan yang sedang dengan ciri khasnya selalu berpenampilan
sederhana. Ia adalah salah satu administrator yang terbilang cukup dekat dengan
para mahasiswa oleh karena keramah tamahan nan murah senyum serta kebaikan
hatinya memberikan tempo toleransi para mahasiswa dalam mengumpulkan tugas. Tak
berlama-lama, AJM melanjutkan langkah kakinya memasuki subuah ruangan berbentuk
empat persegi panjang. Ruangan ini cukup besar dan mampu menelan hingga tujuh
puluh mahasiswa di dalamnya. Setiap meja berukuran sangat lebar dan mampu
digandol dua hingga empat insan. Meskipun demikian, ruangan ini sebetulnya
merupakan studio desain yang memang setiap insan mahasiswa membutuhkan zona
yang lebih luas.
Seperti hari-hari
sebelumnya, tampak beberapa teman-teman AJM sudah berada di dalam ruangan.
Sebut saja mereka Ana, Jipi, Betong, Cha Cha, Send, Dong Dong, Jejep, Iyous,
dan beberapa insan senior. “Hai, AJM, apakah gerangan perkembangan proyekmu?”,
sapa Cha Cha. “Iya, seperti biasa, dia pasti sekali menyelam, dia tiga pulai
terlampaui”, timpal Jipi. “Ya, ku pastikan itu telah terjadi”, sahut Betong
menutupi deru derasnya pertanyaan kala itu. “Oh, setali tiga uang, kok.
Prosesnya masih sama seperti tempo kemarin”, tutur AJM dengan pasti. “Bagaimana
dengan kalian, kawan?”, tanyanya sekali lagi. “Ya begitulah, setali tiga uang
jugalah bagi kami”, tutur Send, Ana, dan Jipi serentak. Selang beberapa tempo,
setiap insan yang berada di dalam ruang itu mulai sibuk dengan pernak-pernik
mereka masing-masing, begitu halnya dengan AJM. Ia lalu melanjutkan
aktivitasnya kembali. Sesuatu pun terjadi di sela-sela tempo kala itu padanya.
“Masakan aku merasakan kejenuhan yang amat besarnya menguasai benakku kali ini?
Akankah aku memerlukan sesuatu hal baru yang senantiasa mampu mendinginkan
benakku ini? Apakah gerangan kehampaan yang kian menggelegarnya laksana air nan
tercurah begitu hebatnya, memenuhi bejana hatiku”, gumamnya di dalam hati.
Ia pun mulai
mencari-cari pencerahan. Tak lama berselang, ia pun menemukan suatu angan-angan
nan melambung jauh tak pasti. Ya, sebuah ide membuat blog pribadi. “Masakan aku menyukai akan hal ini? Begitu awamnya
diriku ini akan hal-hal itu. Ya, bukankah selama ini tak pernak terpikirkan
olehku merambahi hal-hal itu?”, timpalnya sekali lagi sembari .
Ada Gula Ada Semut
AJM menimbang-nimbang
cukup lama hingga akhirnya tercurahkan ide bagaikan mentari pagi nan berkilau
menyelimuti langit nan biru. “Um, tak ada salahnya bila aku mencoba akan hal
asing ini”, gumamnya di dalam hati. “Ya, ada gula ada semut. Apakah gerangan
topik yang cocok untukku? Begitu banyaknya yang bisa kumulai, topik seluas
samudera raya. Ah... aku tau”, mendadak kelesuan berubah menjadi kegirangan nan
penuh semangat. “Aku ingat, ketika aku masih kecil, ya, film Keluarga Pohon
Cemara salah satu kesukaanku”, gumamnya berapi-api. “Ya, aku akan memulainya
dengan mengulas tulisan tentang keluarga dan kesehatan. Hal-hal inilah yang aku
suka”, timpalnya sekali lagi. “Apakah gerangan nama yang setimpal? Oh ya,
mengapa tak kucoba dengan namaku sendiri? Bukankah hal itu layak kupandang
baik, bukan? Ya, sayang, namamu adalah AJMariendo. Bravo!”, gumamnya lebih jauh.
Begitu cepatnya
proses pembuatan blog itu, bagi kaum
awam nan pemula tentunya, hanya memakan tempo seminggu pasti. “Ya, setidaknya
aku sudah memilikimu, wahai blogku.
Segera akan kuselidiki dikau secepat aku bisa sembari aku menyelesaikan tugas
akhirku ini”, gumamnya dengan penuh keyakinan.
Melelehkan Gunung Es
Hari berganti hari,
hingga bulan berganti bulan. Sudah hampir tibalah penghujung tahun kala itu. AJM
sudah memperoleh kelulusan beberapa bulan silam. Kini, ia dan beberapa
sahabat-sahabatnya semakin disibukkan dengan membantu salah satu dosen, Ibu
Shoezan, yang sedang menimba ilmu di Negeri Raja. Singkatnya, mereka membantu
beliau melanglang buana di sepanjang Pantura selama berpekan-pekan tak
berturut-turut. Seusai menunaikan tugas tersebut, kini tibalah bagi AJM memulai
pengalamannya sebagai praktisi, membangun sebuah taman atap atas garasi (Sebut
saja Proyek Sumur Boto-Red.) di rumah salah satu temannya, Eiw. Ia bersama
dengan Didi, temannya, melakoni peran sebagai pengawas selama berpekan-pekan.
“Kalian bisa berbagi akan esensi proyek ini kepada teman-teman lain. Ya, banyak
hal tentunya yang dapat dilakukan. Salah satunya dengan menulis. Ya, menulis”,
tutur Eiw dengan pasti. “Kalian juga akan memberikan informasi perkembangan
proyek ini dengan menulis secara rutin. Dengan demikian, aku dapat menimba ilmu
di Pulau Dewata dengan damai dan tentram, laksana bintang-bintang mungil
terselimuti kelembutan sinar rembulan”, tuturnya sekali lagi nan berapi-api.
“Ya, kami pun bisa kau andalkan, kawan!”, timpal AJM dan Didi serentak nan
lantang.
Bangkitnya Secercah Harapan
Selama mengerjakan
Proyek Sumur Boto, AJM banyak memuat tulisan-tulisan seputar proyek tersebut.
“Ya, sambil menyelam minum air lah yang dapat kulakukan saat ini. Oh, betapa
luar biasanya...”, tutur AJM belum sempat mengakhiri perkataannya. “Waow, ya,
aku kini paham. Sungguh hal yang luar biasa. Sungguh betapa di luar dugaanku.
Awal yang baik, AJM”, timpal Didi. “Terima kasih, Kawan. Sungguh perkataanmu
memberikan dukungan bagaikan semut-semut kecil nan bergotong-royong membawa
perbekalan ke tempat perlindungan mereka”, tuturnya berapi-api.
AJMariendo pada
akhirnya mulai tumbuh bertunas dengan bibit-bibit unggul yang ditulis AJM di
tempo bulan-bulan terakhir pada tahun itu. Ya, sebuah awal prestasi yang baik
untuk memulai peran sebagai penulis blog,
yang cukup menghibur lebih dari dua ribu pemirsa blog di sepanjang tahun itu.
Bersambung...
Apakah gerangan yang
terjadi dengan AJM, sehingga ia memutuskan untuk bermigrasi ke Ibukota? Apakah
momongan mungil blognya akan
dicampakkan begitu saja? Masakan ia merotasi kehidupannya seratus delapan puluh
derajat? Tunggu kisah berikutnya di Kisah AJMariendo di Tahun Kedua...
Comments
Post a Comment