Kisah AJMariendo di Tahun Keempat... Relung Sukacita Waktu berlari kian kencangnya seolah-olah hendak diterkam badai. Sungguh tak terasa sudah kala itu sudah memasuki penghujung triwulan pertama di tahun itu. Seperti biasa fajar mulai menjemput AJM untuk memulai beraktifitas. Entah apakah gerangan yang terjadi, mendadak ia terpikir akan momongan mungilnya yang sudah ditelantarkannya selama beberapa tahun terakhir. “Apakah gerangan kabar momongan mungilku ini? Apakah gerangan yang melucuti rasa acuh tak acuhku terhadapnya? Masakan aku memikirkannya? Sepadankah perhatianku kembali kutambatkan padanya setelah sekian lama ini? Ah, mungkin hanya jeritan sesaat hatiku sajalah semuanya ini”, gumamnya pelan penuh gelisah membara. Ia lalu berdiri dari singgasana istirahatnya. Kedua kakinya sungguh teramat lincahnya menghentak ubin nan lantang kian cepat. Sesaat (kedua kakinya) berhanti yang kemudian kembali sibuk menghentak pasti. Selang beberapa detik kemudian, perhatiannya tertuju pad
Kisah AJMariendo di Tahun Ketiga... Mengerjakan Soal Ujian Kehidupan Segudang aktivitas kian mengalir deras di dalam pundi-pundi kehidupan AJM di kota metropolitan yang konon merupakan kota termegah seantero nusantara itu. Ya, Kepala Bunda memang sudah berkuasa sebagai kota terbesar sejak dahulu kala. Keseimbangan tempo AJM kian membisu menuju ke dalam jemu nan semu. “Ya, betapa aku selalu mengingat kejadian kala itu. Tahun itu sungguh menelan sukacitaku”, tuturnya sembari memejamkan kedua matanya dalam-dalam menuju sanubarinya. “Ya, aku harus melakukan sesuatu”, tuturnya kemudian sembari menyibukkan perhatiannya membelalak ngeri kepada seluruh muka meja di hadapannya. Sesaat kemudian, ia merogoh catatan elektronik yang terletak tidak jauh dari perhatiannya. Lalu, tangan kirinya dengan cepat mendekap kursi yang sejak semula berpasrah di sisinya. Sekejap saja ia sudah melindasi kursi itu. Kedua tangannya sudah mulai bekerjasama menopang catatan elektroniknya. Maka, mulailah ia